26 November 2010

Cintaku Padamu 10% - Chapter 1

Sesosok laki-laki memandang seorang wanita berjilbab merah jambu dari kejauhan, tampak  sedang sibuk memilih dan mencermati buku-buku yang dijajakan oleh penjualnya di pinggir jalan daerah Semarang, dan dengan cermat memperhatikan setiap gerakan  wanita itu. Keanggunan, kelembutan, kedamaian, ketenangan, dan pancaran seorang muslimah terlihat begitu kentara pada wanita itu.Ya, sudah hampir satu minggu Fadhil memperhatikan "Ukhti" itu. Begitulah Fadhil menyebut namanya, karena dia tidak tahu siapa nama wanita itu, apalagi memiliki keberanian untuk berkenalan, mencari tahu namanya saja dia enggan. Fadhil hanya bisa mengikuti, mengintai, dan memandang dari kejauhan bila tak sengaja bertemu kembali dengan  Sang Akhwat yang sedang mencari buku di daerah situ. Fadhil merasa Sang Akhwat terlalu suci untuk didekati. Bagi Fadhil, Sang Akhwat seperti keindahan alam ciptaan Tuhan yang hanya bisa dinikmati juga dipandang keindahannya dari kejauhan. Dia tahu bahwa tak sepantasnya dia melakukan hal itu, namun dia begitu mengagumi Sang Akhwat.
Berawal ketika dia sedang memilih buku di penjual pinggir jalan yang sama, Fadhil sangat tertarik saat melihat buku berjudul Istikharah Cinta. Namun, ketika ia hendak meraih buku itu, sebuah tangan lain lebih dulu mengambilnya. Fadhil tak kuasa untuk melihat siapakah pemilik tangan itu, "Subhanallah" hanya itu yang terucap dalam hatinya. Wajah cantik khas Indonesia, dengan hidung mancung, mata yang tidak terlalu besar ataupun sipit, dan tentu saja jilbab besar berwarna biru muda yang saat itu sedang ia kenakan. Sang akhwat memandangnya, saking kagetnya Fadhil berlalu pergi meninggalkannya. Terkesan tidak sopan memang pikir Fadhil, tapi dia merasa tersengat listrik, tangannya gemetar, hatinya pun berdebar-debar. Tidak lucu bila dia nantinya berkeringat dan terlihat sangat gugup di depan Sang Akhwat, maka Fadhil pun lebih memilih pergi ke masjid dan menenangkan diri. "Ya Rabb... Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta? Hamba takut perasaan ini salah, dan bukan pada tempatnya. Tunjukkan yang terbaik Ya Allah.." doa Fadhil ketika itu.
Masih dengan cermat memperhatikan Sang Akhwat yang membaca buku, Fadhil berpikir akankah dia seperti ini terus? Dia ingin mengenal Sang Akhwat, namun dia tak punya keberanian. "Lutfi... Lutfi Ramadhani." Fadhil terkaget saat suara Aziz tiba-tiba muncul dari belakang. Aziz adalah sahabatnya di kampus, sama berprestasinya dengan Fadhil. Mereka berdua sama-sama mendapatkan beasiswa di universitasnya karena telah menjadi hafidz Al Qur'an 15 juz setelah tamat dari MAN yang berbeda. Walaupun memang Fadhil lebih tinggi dari Aziz, mereka sama-sama tampan, hanya saja Aziz sedikit lebih terang warna kulitnya daripada Fadhil.
"Opo koe Ziz, ngageti wae." ucap Fadhil dengan aksen jawanya yang medhok. Aziz tersenyum simpul, "Ra popo, kamu ngapain kok ngeliatin dia terus?". "Koe ngerti jenenge?" Fadhil merasa senang. "Yo ngerti, dia kan anak Manajemen Syari'ah, udah mau wisuda juga kok. Ndak ngerti po?" jawab Aziz. "Ndak je, aku ya tau dia akhir-akhir ini aja." Fadhil merasa mendapat sedikit harapan untuk tahu tentang Sang Akhwat yang ternyata bernama Lutfi.
"Kamu tau tentang ukhti itu dari mana Ziz?" tanya Fadhil penasaran. "Lutfi itu dulu temenku waktu masih MAN di Wonosobo dulu. Cuma dulu aku sama dia beda kelas. Kenapa to?__" tanya Aziz balik ingin tahu, "__kamu naksir dia ya?" ledek Aziz, sembari berjalan meninggalkan tempat dimana Fadhil mengintai Lutfi. "Ah koe iki ngomong opo?" jawab Fadhil malu-malu menjawabnya dan dengan segera berjalan disebelah Aziz. "Wis, ndak usah isin mbek aku. Kamu tertarik kan sama dia?__" selidik Aziz, Fadhil hanya bisa tersenyum. "__tapi kamu mesti siap mental Dil. Lutfi itu udah banyak yang nglamar, dia pinter, cantik, tapi ada satu hal yang aneh." "Aneh piye Ziz?" Fadhil semakin penasaran. "Si Lutfi itu anti banget sama laki-laki, jangankan ngobrol sama laki-laki, senyum atau nyapa aja dia nggak mau. Nggak tau kenapa, tapi dulu waktu MAN dia nggak kaya gitu. Itu sih kata temenku yang satu kelas sama dia, secara sekarang juga aku nggak pernah ngobrol lagi sama dia, semenjak masuk kuliah malahan." Fadhil cuma bisa diam mendengar penjelasan Aziz, lalu Aziz pun melanjutkan ceritanya. "Dia ngajinya bagus lho, kan sering menang lomba Tilawatil Qur'an di tingkat universitas se-Jawa Tengah."
Fadhil merasa senang sekaligus penasaran tentang kebenaran cerita Aziz, semakin besar rasa kagumnya pada Lutfi. Dia berpikir, suatu saat nanti dia harus bisa mengenal dan berteman dengan Lutfi, walaupun akan terasa sangat sulit bila ternyata apa yang diceritakan Aziz itu benar.

Keterangan:
Ukhti  : sebutan untuk seorang muslimah
Opo koe Ziz, ngageti wae : Apa kamu Ziz, mengagetkan saja
Ra popo  : Nggak apa-apa
Koe ngerti jenenge : Kamu tahu namanya
Ndak ngerti po? : Nggak tahu apa?
koe iki ngomong opo : Kamu ini ngomong apa
Wis, ndak usah isin mbek aku : Udah, nggak usah malu sama aku
Aneh piye : Aneh gimana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar